Sabtu, 03 Maret 2012

PENGARUH ASUHAN ORANG TUA TERHADAP KEMANDIRIAN SISWA DALAM BELAJAR PADA SISWA MAN 1 MANDAH KECAMATAN MANDAH


PROPOSAL

PENGARUH ASUHAN ORANG TUA TERHADAP KEMANDIRIAN SISWA DALAM BELAJAR PADA SISWA MAN 1 MANDAH KECAMATAN MANDAH





NAMA         : SUHARDI
SEMESTER     : VII/D
PRODI        : S1 PAI

Diajukan utuk memenuhi sebagian dari persyaratan dan tugas-tugas mata kuliah metodologi penelitian
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
AULIAURRASYIDIN
TEMBILAHAN
2012

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Keluarga merupakan lingkungan kehidupan yang dikenal anak untuk pertama kalinya, dan untuk seterusnya anak banyak belajar di dalam kehidupan keluarga. Karena itu peranan orang tua dianggap paling besar pengaruhnya terhadap terbentuknya kepribadian pada diri anak. Sikap orang tua terutama tercermin pada pola asuhannya, di mana mempunyai sumbangan yang cukup besar dalam perkembangan kepribadian anak. Salah satu perkembangan kepribadian yang penting adalah tuntutan otonomi atau kebebasan atau lebih dikenal dengan kemandirian.[1]
Peran keluarga menjadi penting untuk mendidik anak baik dalam sudut tinjauan agama, tinjauan sosial kemasyarakatan maupun tinjauan individu. Jika pendidikan keluarga dapat berlangsung dengan baik maka mampu menumbuhkan perkembangan kepribadian anak menjadi manusia dewasa yang memiliki sikap positif terhadap agama, kepribadian yang kuat dan mandiri, potensi jasmani dan rohani serta intelektual yang berkembang secara optimal.
Kemandirian pada anak berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Di dalam keluarga, orang tua lah yang berperan dalam mengasuh, membimbing, dan membantu mengarahkan anak untuk menjadi mandiri. Meskipun dunia pendidikan juga turut berperan dalam memberikan kesempatan kepada anak untuk mandiri, keluarga tetap merupakan pilar dan pertama dalam membentuk anak untuk mandiri.
Tujuan dalam membina kehidupan keluarga adalah agar dapat melahirkan generasi baru sebagai penerus perjuangan hidup orang tua. Untuk itulah orang tua mempunyai tanggung jawab dan kewajiban dalam pendidikan anak-anaknya.
Orang tua memegang peranan utama dan pertama bagi pendidikan anak, mengasuh, membesarkan dan mendidik anak merupakan tugas mulia yang tidak lepas dari berbagai halangan dan tantangan, sedangkan guru di sekolah merupakan pendidik yang kedua setelah orang tua di rumah. Murid atau siswa merupakan insan yang masih perlu di didik atau diasuh oleh orang yang lebih dewasa dalam hal ini adalah ayah dan ibu, jika orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama ini tidak berhasil meletakan dasar kemandirian maka akan sangat berat untuk berharap sekolah mampu membentuk siswa atau anak menjadi mandiri. Menurut Zainum Mutadin, Kemandirian adalah:“Suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berfikir dan bertindak sendiri dengan kemandiriannya”.[2]
Kemandirian anak harus dibina sejak anak masih bayi, jikalau kemandirian anak diusahakan setelah anak besar, kemandirian itu akan menjadi tidak utuh. Kunci kemandirian anak sebenarnya ada di tangan orang tua. Kemandirian yang dihasilkan dari kehadiran dan bimbingan orang tua akan menghasilkan kemandirian yang utuh.
Baumrind dalam Agoes Dariyo membagi asuhan orang tua menjadi tiga yakni:[3]
1.  Asuhan Otoriter (parent oriented)
Secara umum dalam pola asuh otoriter, orang tua sangat menanamkan disiplin dan menuntut prestasi tinggi pada anaknya. Hanya sayang orangtua tidak memberikan kesempatan pada anak untuk mengungkapkan pendapat, sekaligus menomorduakan kebutuhan anak Akibat penerapan pola asuh otoriter ini akan muncul empat tujuan anak berperilaku negatif yakni : Mencari perhatian, unjuk kekuasaan , pembalasan dan penarikan diri (Markum, 2000).
ciri-ciri dari asuhan ini menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua. Dalam hal ini, anak seolah-olah menjadi robot, sehingga ia kurang inisiatif, merasa takut, tidak percaya diri, pencemas, rendah diri, minder dalam pergaulan, tetapi disisi lain anak bisa memberontak, nakal atau melarikan diri dari kenyataan, misalnya dengan menggunakan narkoba (alchohol or drug abuse).
2.  Asuhan Permisif.
Pola asuh ini ialah suatu gaya dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak (Amaliyah, 2006). Dalam golongan ini orang tua bersikap demokratis dan penuh kasih sayang. Namun, di sisi lain kendali orang tua dan tuntutan berprestasi terhadap anak itu rendah. Anak dibiarkan berbuat sesukanya tanpa beban kewajiban atau target apa pun (Markum, 2000).
sifat pola asuh ini children centered yakni segala aturan dan ketetapan keluarga di tangan anak. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan orang tua, orang tua menuruti segala kemauan anak. Anak cenderung bertindak semena-mena, tanpa pengawasan orang tua, ia bebas melakukan apa saja yang diinginkan, anak kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Bila anak mampu menggunakan kebebasan tersebut secara bertanggung jawab, maka anak akan menjadi seorang yang mandiri, kreatif, inisiatif dan mampu mewujudkan aktualisasinya.
3.  Pola Asuh Demokratis,
Pola demokratif mendorong anak untuk mandiri, tapi orang tua tetap menetapkan batas dan kontrol. Orang tua biasanya bersikap hangat, dan penuh welas asih kepada anak, bisa menerima alasan dari semua tindakan anak, mendukung tindakan anak yang konstruktif (Astuti, 2005).
kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab artinya apa yang dilakukan oleh anak harus di bawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena, anak diberi kepercayaan dan dilatih untuk mempertanggung jawabkan segala tindakannya, tidak munafik dan jujur.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan penulis di atas dan melalui pengamatan sementara ditemukan beberapa gejala, yaitu:
1.  Masih adanya anak yang merasa dikekang dan diasuh dengan tidak baik oleh orang tua.
2.  Masih adanya siswa yang sulit untuk mandiri dalam belajar.
3.  Masih adanya orang tua yang tidak memperhatikan pola asuh yang diterapkannya dalam mendidik anak.
4.  Masih adanya orang tua yang tidak dapat menempatkan pola asuh yang diterapkannya sesuai dengan keadaan.
5.  Masih adanya orang tua yang tidak mengetahui dengan baik pola asuh yang baik untuk diterapkan kepada anak.
6.  Kurangnya perhatian orang tua terhadap anak dalam hal kemandirian anak dalam belajar.
7.  kurangnya kesadaran orang tua betapa besar pengaruh pola asuh orang tua terhadap anak.
Dengan melihat dari gelaja-gejala di atas, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian  sekaligus membuat suatu karya ilmiah dengan judul Pengaruh asuhan orang tua terhadap kemandirian siswa dalam belajar pada siswa MAN I MANDAH”.

B.  Alasan Memilih Judul
Adapun alasan penulis memilih judul ini adalah:
  1. Penulis ingin mengetahui apakah ada pengaruh cara asuhan orang tua terhadap kemandirian siswa dalam belajar.
  2. penulis menganggap masalah ini menarik untuk di teliti.
  3. penulis menganggap masalah ini belum pernah di teliti
C.  Penegasan istilah
1. Pengaruh
pengaruh yaitu daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.[4]
2. Pola Asuh Orang Tua
Secara etimologi, pola berarti bentuk, tata cara. Sedangkan asuh berarti menjaga, merawat dan mendidik. Sehingga pola asuh berarti bentuk atau sistem dalam menjaga, merawat dan mendidik. Jika ditinjau dari terminologi, pola asuh anak adalah suatu pola atau sistem yang diterapkan dalam menjaga, merawat dan mendidik seorang anak yang bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari segi negatif atau positif.
a.  Pola yaitu model; sistem; cara kerja[5]
b.  Asuh yakni memelihara atau mendidik anak kecil, menjaga anak kecil[6]
c.  Orang tua yaitu orang yang sudah berumur; ayah atau ibu[7]. Orang tua adalah ayah dan ibu yang melahirkan manusia baru (anak) serta mempunyai kewajiban untuk mengasuh, merawat dan mendidik anak tersebut guna menjadi generasi yang baik. Orang tua mempunyai peran yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan mental dan spiritual anaknya seperti:
1.  Memberikan pengawasan dan pengendalian yang wajar agar anak tidak tertekan.
2.  Mengajarkan kepada anak tentang dasar-dasar pola hidup pergaulan yang benar.
3.  Memberikan contoh perilaku yang baik dan pantas bagi anak-anaknya.
Hal ini disebabkan orang tua khususnya, dalam ruang lingkup keluarga merupakan media awal dari satu proses sosialisasi, sehingga dalam proses sosialisasi tersebut orang tua mencurahkan perhatiannya untuk mendidik anak-anaknya agar menjadi manusia baik-baik dan mandiri.
Dalam penelitian ini, pola asuh orang tua yang dimaksudkan adalah gambaran yang dipakai oleh orang tua dalam mengasuh, membesarkan, merawat dan mendidik yang berpengaruh secara langsung terhadap kemandirian anak dalam belajar.
3. Kemandirian Siswa dalam Belajar
Kemandirian  adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung dengan orang lain lain.[8] Dalam Bahasa Indonesia, kata “mandiri” diartikan sebagai suatu keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantung kepada orang lain. Kata “kemandirian” adalah kata benda dari kata mandiri yang diartikan sebagai hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Kemandirian menunjuk pada adanya kepercayaan akan kemampuan diri sendiri untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tanpa bantuan orang lain, tanpa dikontrol oleh orang lain, dapat melakukan kegiatan dan menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapinya. Selanjutnya, dengan mengutip pendapat Johnson dan Medinnus, (Widjaja, 1986) menjelaskan bahwa kemandirian merupakan salah satu ciri kematangan yang memungkinkan seorang anak berfungsi otonom, berusaha ke arah terwujudnya prestasi pribadi dan tercapainya suatu tujuan.[9]
Belajar adalah berusaha untuk memperoleh ilmu atau menguasai suatu keterampilan.[10]
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kemandirian siswa dalam belajar adalah keadaan siswa yang dalam usaha-usaha (kegiatan) belajarnya mampu memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain, yang menjadi perubahan dalam tingkah lakunya dan menjadi pengalaman yang berguna untuk berinteraksi dengan lingkungannya.
D.  Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
a.  Ada berapa tipe cara asuh yang dapat digunakan orang tua dalam mendidik anak di MAN 1 MANDAH?
b.  Bagaimana cara asuh orang tua siswa di MAN 1 MANDAH?
c.  Bagaimana kemandirian siswa dalam belajar di MAN 1 MANDAH?  
d.  Apakah terdapat pengaruh cara asuh orang tua terhadap kemandirian siswa dalam belajar pada siswa MAN 1 MANDAH?
e. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian siswa dalam belajar di  MAN 1 MANDAH?
f. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anaknya di  MAN 1 MANDAH?
g. Apakah pengaruh pola asuh orang tua terhadap kemandirian siswa dalam belajar pada siswa MAN 1 MANDAH?

2. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka penulis membuat sebuah batasan masalah yang hanya berkisar pada: “Pengaruh pola asuh orang tua terhadap kemandirian siswa dalam belajar pada siswa MAN 1 MANDAH”.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas maka penulis dapat merumuskan masalah dalam kajian penelitian ini yaitu:
a. Bagaimana cara asuh orang tua siswa di MAN 1 MANDAH?
b. Bagaimana kemandirian siswa dalam belajar di MAN 1 MANDAH?
c. Apakah terdapat pengaruh pola asuh orang tua terhadap kemandirian siswa dalam belajar pada siswa MAN 1 MANDAH?
E.  Tujuan dan Manfaat  Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam penulisan proposal ini adapun tujuan penulisannya  untuk mengetahui:
a. Pola asuh orang tua siswa di MAN 1 MANDAH.
b. Kemandirian siswa dalam belajar di MAN 1 MANDAH.
c. Adakah pengaruh pola asuh orang tua terhadap kemandirian siswa dalam belajar di MAN 1 MANDAH.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian, dapat penulis   gambarkan sebagai berikut:
a. Bagi guru yaitu hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi guru di sekolah untuk lebih memperhatikan kemandirian yang dimiliki oleh siswa dalam belajar.
b. Bagi orang tua siswa dapat dipergunakan sebagai penambah ilmu pengetahuan dalam menerapkan pola asuh di dalam meningkatkan kemandirian belajar.
c. Bagi siswa, dengan adanya penelitian ini diharapkan siswa dapat mengetahui sejauh mana kemandiriannya dalam belajar dan memperbaiki dirinya agar lebih mandiri dalam belajar.
d. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan penulis tentang  pengaruh pola asuh orang tua terhadap kemandirian siswa dalam belajar pada siswa.Dan muntuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian
F.  Konsep Operasional
Konsep operasional merupakan “Suatu konsep dan penjabaran dari konsep teoritis agar mudah dipakai dan sekaligus sebagai aturan di lapangan penelitian, guna menghindari kesalahfahaman”.[11]
Adapun indikator dalam penelitian “Pengaruh pola asuh orang tua terhadap kemandirian siswa dalam belajar pada siswa MAN I MANDAH” adalah:
1.  Pola Asuh Orang Tua ( Variabel X )
a.  Pola asuh otoriter ciri-cirinya:
a)  Orang tua mengasuh anak dengan aturan-aturan yang ketat, dan harus dilakukan oleh anak walaupun menyangkut keperluannya
b)  Orang tua membatasi kebebasan anak untuk bertindak (melakukan sesuatu) yang bersangkutan dengan dirinya
c)  Anak jarang diajak berkomunikasi dan bertukar pikiran dengan orang tua
d)  Orang tua menganggap bahwa semua sikapnya sudah benar sehingga tidak perlu dipertimbangkan dengan anak
e)  Cara mengasuh ditandai dengan penggunaan hukuman yang keras, lebih banyak menggunakan hukuman badan jika anak melakukan kesalahan
b.  Pola asuh permisif ciri-cirinya:
a. Orang tua menuruti segala kemauan anak
b. Anak diberi kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang dikehendaki
c. Kontrol (pangawasan) orang tua terhadap anak sangat lemah
d. Orang tua tidak mengendalikan perilaku anak sesuai dengan kebutuhan perkembangan kepribadian anak
e. Orang tua tidak pernah menegur atau tidak berani menegur anak
c.  Pola asuh demokratis ciri-cirinya: 
a. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak
b. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus di bawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral
c. Orang tua mengakui kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada orang tua
d. Orang tua mendengarkan pendapat anaknya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri
e. Orang tua juga mengarahkan perilaku anak sesuai dengan kebutuhan anak
2.  Kemandirian Belajar Siswa ( Variabel Y )
a)              Siswa mampu berpikir secara kritis
b)              Siswa mampu berpikir secara kreatif
c)              Siswa mampu berpikir secara inovatif
d)              Siswa tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain
e)              Siswa tidak lari atau menghindari masalah
f)              Siswa memecahkan masalah dengan berfikir yang mendalam
g)              Siswa apabila menjumpai masalah dipecahkan sendiri tanpa meminta bantuan orang lain
h)              Siswa tidak merasa rendah diri apabila harus berbeda dengan orang lain
i)              Siswa berusaha bekerja dengan penuh ketekunan dan kedisiplinan
j)              Siswa bertanggung jawab atas tindakannya sendiri
k)              Siswa mampu melaksanakan tugas-tugas belajar dengan baik dan mandiri
l)              Siswa mampu menentukan cara-cara belajar yang efektif (sesuai kemampuan diri sendiri)
m)              Siswa mampu mengatur waktu dalam belajar
n)              Siswa mampu mengimplementasikan (mengamalkan) pengetahuan yang telah diperolehnya
o)              Siswa tidak mudah putus asa terhadap kesulitan belajar yang muncul



G.  Sistematika Penulisan Skripsi
     Untuk memberikan gambaran umum mengenai isi skripsi ini, maka disajikan  beberapa garis sistematika skripsi dengan bagian-bagian yaitu:
BAB I  : PENDAHULUAN,  berisikan latar belakang  permasalahan, alasan memilih judul, penegasan istilah tujuan dan manfaat penelitian, konsep operasional dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II  :TINJAUAN PUSTAKA, berisi teoritis mengenai masalah yang dibahas.
BAB III : METODE PENELTITIAN, berisikan waktu dan tempat penelitian, subjek dan objek penelitian, populasi dan sampel dan  teknik analisis data.
BAB IV  :PENYAJIAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, berisikan penyajian data hasil angket dan analisa data hasil angket.
BAB VI  : PENUTUP, berisikan kesimpulan dan saran–saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN





BAB II
Kerangka Teoritis
1.  Konsep Tentang Pola Asuh
a.  Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Orang tua (yaitu ayah dan ibu) merupakan orang yang bertanggung jawab pada seluruh keluarga. Orang tua juga menentukan kemana keluarga akan dibawa dan apa yang harus diberikan sebelum anak-anak dapat bertanggung jawab pada dirinya sendiri, ia masih tergantung dan sangat memerlukan bekal dari orang tuanya sehingga orang tua harus mampu memberi bekal kepada anaknya tersebut.
16
 
Keluarga merupakan tempat untuk pertama kalinya seorang anak memperoleh pendidikan dan mengenal nilai-nilai maupun peraturan-peraturan yang harus diikutinya yang mendasari anak untuk melakukan hubungan sosial dengan lingkungan yang lebih luas. Namun dengan adanya perbedaan latar belakang, pengalaman, pendidikan dan kepentingan dari orang tua maka terjadilah cara mendidik anak.
Pola Asuh adalah gambaran yang dipakai oleh orang tua untuk mengasuh (merawat, menjaga atau mendidik) anak.[12]
Sementara menurut Chabib Thoha, yang mengemukakan bahwa pola asuh orang tua adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak.[13]
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh orang tua adalah cara atau metode  yang ditempuh orang tua dalam mengasuh dan menerapkasn disiplin kepada anaknya dengan tujuan membentuk watak, kepribadian, dan memberikan nilai-nilai bagi anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Dalam memberikan aturan-aturan atau nilai terhadap anak-anaknya tiap orang tua akan memberikan bentuk pola asuh yang berbeda berdasarkan latar belakang pengasuhan orang tua sendiri sehingga akan menghasilkan bermacam-macam pola asuh yang berbeda dari orang tua yang berbeda pula.
b.  Jenis Pola Asuh Orang Tua
Ada tiga jenis pola asuh orang tua terhadap anaknya, yakni:   
1.  Pola Asuh Otoriter (parent oriented)
Menurut Agus Dariyo, ciri-ciri dari pola asuh ini, menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Orang tua bertindak semena-mena, tanpa dapat dikontrol oleh anak. Anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua. Pola Asuh otoritatif hanya mengenal hukuman dan pujian dalam berinteraksi dengan anak. Pujian akan diberikan mana kala anak melakukan sesuai dengan keinginan orang tua. Sedangkan hukuman akan diberikan manakala anak tidak melakukan sesuai dengan keinginan orang tua (Segeruo, 2004).
Menurut Hourlock dalam Chabib Thoha, mengemukakan   pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan-aturan yang ketat, sering kali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. Anak jarang diajak berkomunikasi dan bertukar pikiran dengan orang tua, orang tua menganggap bahwa semua sikapnya sudah benar sehingga tidak perlu dipertimbangkan dengan anak.
Pola asuh yang bersifat otoriter juga ditandai dengan penggunaan hukuman yang keras, lebih banyak menggunakan hukuman badan, anak juga diatur segala keperluan dengan aturan yang ketat dan masih tetap diberlakukan meskipun sudah menginjak usia dewasa. Anak yang dibesarkan dalam suasana semacam ini akan besar dengan sifat yang ragu-ragu, lemah kepribadian dan tidak sanggup mengambil keputusan tentang apa saja.[14]
2.  Pola Asuh Permisif (children centered)
Pola asuh ini ialah suatu gaya dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak (Amaliyah, 2006). Dalam golongan ini orang tua bersikap demokratis dan penuh kasih sayang. Namun, di sisi lain kendali orang tua dan tuntutan berprestasi terhadap anak itu rendah. Anak dibiarkan berbuat sesukanya tanpa beban kewajiban atau target apa pun (Markum, 2000)
Menurut Agus Dariyo sifat pola asuh ini, yakni segala aturan dan ketetapan keluarga di tangan anak. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan orang tua. Orang tua menuruti segala kemauan anak. Anak cenderung bertindak semena-mena, tanpa pengawasan orang tua. Ia bebas melakukan apa saja yang diinginkan. Dari sisi negatif lain, anak kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Bila anak mampu menggunakan kebebasan tersebut secara bertanggung jawab, maka anak akan menjadi seorang yang mandiri, kreatif, inisiatif dan mampu mewujudkan aktualisasinya.
Menurut tembong Prasetya pola pengasuhan ini hampir sama dengan pola pengasuhan yang dikemukakannya yaitu pola pengasuhan penyabar atau pemanja. Pola pengasuhan ini, orang tua tidak mengendalikan perilaku anak sesuai dengan kebutuhan perkembangan kepribadian anak, tidak pernah menegur atau tidak berani menegur anak. Anak-anak dengan pola pengasuhan ini cenderung lebih energik dan responsif dibandingkan anak-anak dengan pola pengasuhan otoriter, namun mereka tampak kurang matang secara sosial (manja), implusif, mementingkan diri sendiri dan kurang percaya diri (cengeng).
3.  Pola Asuh Demokratis
Menurut Agus Dariyo dalam pola asuh ini kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus di bawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena. Anak diberi kepercayaan dan dilatih untuk mempertanggung jawabkan segala tindakannya. Akibat positif dari pola asuh ini, anak akan menjadi seorang individu yang mempercayai orang lain, bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya, tidak munafik, jujur. Namun akibat negatif, anak akan cenderung merongrong kewibawaan otoritas orang tua, kalau segala sesuatu harus dipertimbangkan anak dan orang tua.[15]
Menurut Hourlock dalam Chabib Thoha, mengemukakan pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada orang tua. Orang tua sedikit memberi kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, anak didengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri. Anak diberi kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit demi sedikit berlatih untuk bertanggung jawab kepada diri sendiri. Anak dilibatkan dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam mengatur hidupnya.[16]
Menurut Agus Dariyo ada pola asuh yang lain selain pola asuh diatas yaitu pola asuh situsional, dalam pola asuh ini orang tua tidak menerapkan salah satu tipe pola asuh tertentu. Tetapi kemungkinan orang tua menerapkan pola asuh secara fleksibel, luwes dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu.[17]
Dari beberapa uraian pendapat para ahli di atas mengenai bentuk pola asuh orang tua dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya terdapat tiga pola asuh yang diterapkan orang tua yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh bebas (permisif). Dari ketiga bentuk pola asuh orang tua tersebut, ada kecenderungan bahwa pola asuh demokratis dinilai paling baik dibandingkan bentuk pola asuh yang lain. Namun demikian, dalam pola asuh demokratis ini bukan merupakan pola asuh yang sempurna, sebab bagaimanapun juga ada hal yang bersifat situsional seperti yang dikemukakan oleh Agus Dariyo, bahwa tidak ada orang tua dalam mengasuh anaknya hanya menggunakan satu pola asuh dalam mendidik dan mengasuh anaknya. Dengan demikian, ada kecenderungan bahwa tidak ada bentuk pola asuh yang murni diterapkan oleh orang tua tetapi orang tua dapat menggunakan ketiga bentuk pola asuh tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terjadi saat itu.
c.  Pengaruh Pola asuh Orang tua terhadap Kemandirian siswa dalam belajar.
      Keluarga merupakan wadah pendidikan yang sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan kemandirian anak. Oleh karena itu pendidikan anak tidak dapat dipisahkan dari keluarganya karena keluarga merupakan tempat pertama kali anak belajar menyatakan diri sebagai mahkluk sosial dalam berinteraksi dengan kelompoknya.
1)  Pengaruh Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman-temannya, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru, dan kooperatif terhadap orang lain.
2)  Pengaruh Pola Asuh Otoriter Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma-norma, berkepribadian lemah, cemas dan terkesan menarik diri.
3)  Pengaruh Pola Asuh Permisif Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsif, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang matang secara sosial dan kurang percaya diri.
Pola asuh orang tua tetap merupakan pilar utama dan pertama dalam membentuk anak untuk mandiri. Orang tua mana yang tidak mau melihat anaknya tumbuh menjadi anak mandiri. Tampaknya memang itulah salah satu tujuan yang ingin dicapai orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
2.  Konsep Tentang Kemandirian Belajar
a.  Pengertian Kemandirian
Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting bagi individu. Seseorang dalam menjalani kehidupan ini tidak pernah lepas dari cobaan dan tantangan. Individu yang memiliki kemandirian tinggi relatif mampu menghadapi segala permasalahan karena individu yang mandiri tidak tergantung pada orang lain, selalu berusaha menghadapi dan memecahkan masalah yang ada.
Menurut Brewer yang dikutip oleh Medinnus dan Jonson bahwa, “The Following behaviours were sign of independence : yaking intiative, trying to overcome obstacles in the enviromen, trying to carry actieve to completron, getting satisfaction from work, and trying to routine task by one self, whereas were sign of dependence : seeking help, seeking physical contact, seeking proximity, seeking attention and recognition” (Artinya bahwa dalam kemandirian ditandai oleh adanya inisiatif, berusaha mengatasi rintangan yang ada dalam lingkungannya, mencoba melakukan aktifitas menuju kesempurnaan, memperoleh kepuasan dari pekerjaannya dan mengerjakan pekerjaan rutin sendiri, sedangkan ketergantungan lawan kata dari kemandirian, selalu berhubungan dengan orang lain, selalu berdekatan mengharapkan perhatian dan menginginkan penghargaan).[18]
b.  Pengertian Belajar
 Keberhasilan proses belajar mengajar tidak dapat dipisahkan dengan prestasi belajar, telah banyak para ahli mencoba untuk menyelidiki peristiwa belajar dengan memandang dari berbagai aspek, sehingga menimbulkan berbagai macam pengertian belajar.
Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat, bagi para pelajar atau siswa, kata “belajar” merupakan kata yang tidak asing. Bahkan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal.
c.  Kemandirian Siswa dalam Belajar
Setiap siswa memiliki gaya dan tipe belajar yang berbeda dengan teman-temannya, hal ini disebabkan karena siswa memiliki potensi dan latar belakang yang berbeda dengan orang lain.
kemandirian belajar adalah aktivitas belajar yang didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri tanpa bantuan orang lain serta mampu mempertanggung jawabkan tindakannya.  
3.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar
Sementara itu menurut Chabib Thoha, faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian dapat dibedakan dari dua arah, yakni:
1.  Faktor dari dalam
Faktor dari dalam diri anak adalah antara lain faktor kematangan usia dan jenis kelamin. Di samping itu inteligensia anak juga berpengaruh terhadap kemandirian anak.
2.  Faktor dari luar
Adapun faktor dari luar yang mempengaruhi kemandirian anak adalah:
a.  Kebudayaan, masyarakat yang maju dan kompleks tuntutan hidupnya cenderung mendorong tumbuhnya kemandirian dibanding dengan masyarakat yang sederhana.
b.  Keluarga, meliputi aktivitas pendidikan dalam keluarga, kecenderungan cara mendidik anak, cara memberikan penilaian kepada anak bahkan sampai cara hidup orang tua berpengaruh terhadap kemandirian anak.  






















BAB III
Metode Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian untuk dapat memperoleh hasil yang optimal maka suatu penelitian ilmiah harus mendasarkan pada metode yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam bab ini akan dibahas hal-hal sebagai berikut:
  1. Lokasi  Penelitian
Ada pun lokasi penelitian ini adalah MAN I Mandah Kecamatan Mandah Kabupaten Inhil.
2.  Subjek dan Objek Penelitian
Dan subjek dalam penelitian ini adalah  orang tua siswa MAN I Mandah. Sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah  pola asuh orang tua dan kemandirian siswa dalam belajar.
3.  Populasi dan Sampel
a.  Populasi
    Sebelum menentukan sampel, maka populasi penelitian harus ditetapkan terlebih dahulu. Menurut Suharsimi Arikunto, populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Menurut Riduwan, ”populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau hasil pengukuhan yang menjadi objek penelitian”.[19]
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa populasi dalah semua individu dari keseluruhan subjek yang jelas dan mempunyai ciri yang sama yang hendak dikenai dalam penelitian. Dalam populasi ini yang menjadi populasi penelitian adalah orang tua dan siswa MAN I Mandah.
b.  Sampel
Menurut Suharsimi Arikunto yang dimaksud sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti.[20]
Dalam penelitian ini sampel diambil seluruhnya yaitu:
1.  Kelas 1 sebanyak 145 diambil 10%= 15 orang siswa.
2.  Kelas 2 sebanyak 151 diambil 10% jadi sampel 16 orang siswa.
3.  Kelas 3 sebanyak 181 diambil 10% jadi sampel adalah 19 orang siswa.
Jadi sampel seluruhnya yaitu 50 orang siswa dan 60 orang tua siswa yang berpedoman pada pendapat Suharsimi Arikunto yang menyatakan bahwa apabila subjek kurang dari 100 diambil seluruhnya. Jika populasi lebih dari seratus maka diambil 10-15% atau 20-25% dari seluruh populasi yang ada.[21]   
4.  Teknik Pengumpulan Data
  Dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi dua bagian data yaitu: pertama, data primer yaitu data yang diperoleh melalui subjek penelitian melalui teknik. Kedua, data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui buku–buku atau literatur–literatur yang ada  hubungannya dengan penelitian ini. Adapun teknik pengumpulan data yang penulis ambil dalam melakukan penelitian ini yaitu:
a.  Angket  merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan komunikasi dengan sumber data. Jika wawancara dilakukan dengan komunikasi secara lisan, maka dalam angket komunikasi tersebut dilakukan secara tertulis.[22] Maka angket yaitu Menyebarkan sejumlah pertanyaan yang tertulis kepada responden  (siswa dan orang tua)  untuk diisi sesuai dengan alternatif jawaban yang disediakan, yakni untuk mengetahui kemandirian siswa dalam belajar dan pola asuh yang diterapkan otang tuanya kepada anaknya.
b.  Dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.[23] Metode ini digunakan untuk memperoleh data berupa catatan, surat-surat dan dokumentasi lainnya yang berhubungan dengan penelitian. Data yang diperoleh melalui dokumentasi adalah gambaran umum lokasi penelitian, keadaan guru dan siswa, struktur organisasi dan lain-lain.
5.  Teknik Analisis Data
Kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa yang diketahui.[24]
Data yang sudah terkumpul penulis kualifikasikan atau tuangkan kedalam bentuk angka-angka, sehingga data tersebut bersifat kuantitatif, untuk selanjutnya dianalisa dan diinterpretasikan secara deskriptif. Pengalihan data kedalam bentuk kuantitatif ini ditempuh dengan menggunakan rumus analisis regresi yaitu:[25]
Persamaan regresi dirumuskan :
Dimana :
= (baca Y topi) subjek variabel terikat yang diproyeksikan
X = Variabel bebas yang mempunyai nilai tertentu untuk diprediksikan
a = Nilai konstanta harga Y jika X = 0
b = Nilai arah sebagai penentu ramalan (prediksi) yang menunjukkan nilai peningkatan (+) atau nilai penurunan (-) variabel Y
b =     a =
Langkah-langkah menjawab Regresi Sederhana
Langkah 1. Membuat Ha dan Ho dalam bentuk kalimat
Langkah 2. Membuat Ha dan Ho dalam bentuk statistik
Langkah 3. Membuat tabel penolong untuk menghitung angka statistik
Langkah 4. masukkan angka-angka dari tabel penolong dengan rumus
b =     a =
Langkah 5. Mencari Jumlah Kuadarat Regresi (JKReg[a])dengan rumus
JKReg[a] =
Langkah 6. Mencari Jumlah Kuadarat Regresi (JKReg[b|a])dengan rumus
(JKReg[b|a]) = b. 
Langkah 7. Mencari Jumlah Kuadarat Residu(JKRes)dengan rumus
JKRes =  
Langkah 8. Mencari Rata-rata Jumlah Kuadrat Regresi (RJKReg[a])dengan rumus
JKReg[a] = JKReg[a]
Langkah 9. Mencari Rata-Rata Jumlah Kuadrat Regresi (RJKReg[b|a])dengan rumus :
RJKReg[b|a] = JKReg[b|a]
Langkah 10. Mencari Rata-rata Jumlah Kuadrat Residu (RJKRes)dengna rumus :
JKRes =
Langkah 11. Menguji Signifikasi dengan rumus :
FHitung =
Kaidah pengujian signifikasi :
Jika F hitung > Ftabel , maka tolah Ho artinya signifikan dan
F hitung <, Ftabel, terima Ho artinya tidak signifikan

Adapun untuk mengetahui bagaimana pola asuh orang tua dari kemandirian siswa dalam belajar dianalisa dengan rumus :
P =  x 100 %
Keterangan :     P = Angka persentase
            F = Frekuensi
            N = Banyak individu[26]




DAFTAR PUSTAKA
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004

Amirul Hadi dan Haryono, (1998). Metodologi Penelitian Pendidikan II. Bandung: Pustaka Setia.

Chabib Thoha, (1996), Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka pelajar IKAPI

Djumhur dan Moh. Surya, 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV Ilmu.

Hasan Alwi,dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2002).  edisi ke 3, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Balai pustaka.

Riduwan, (2004). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Penelitian Pemula, Bandung: Alfabeta.

Riduwan, (2004). Metode dan teknik menyusun tesis, Bandung: Alfebeta.

Singgih D. Gunarsa. (2003), Psikologi Perkembangan, Jakarta: BPK Gunung Mulia,

S.Margono, (1997). Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka cipta.

Suharsimi Arikunto, (1998). Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka cipta.
Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gita Media Press
Anas Sudijono, (2008). Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

Wahyu, MS dan Muhammad MS, (1987). Petunjuk Praktis Membuat Skripsi. Surabaya: Usaha Nasional.
http;//www.geoogle.com.e-psikologi, 12 Oktober 2010.
http://ariesh-uzumaki.blogspot.com/2010/11/definisi-kemandirian-dari-berbagai.html



[1]http://skripsipsikologi.blogspot.com/2010/06/pola-asuh-otoritatif-orangtua-pengaruhi.html
[2]http;//www.geoogle.com.e-psikologi, 12 Oktober 2010.
[3]Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hal.97.
[4]Hasan Alwi, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke 3, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Jakarta: Balai pustaka, 2002), hal. 849.
[5]Ibid., hal. 885,
[6]Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Gita Media Press), hal. 76.
[7]Ibid., hal. 563. 
[8]Hasan Alwi, dkk, op. cit,. hal. 710.
[9]http://hidayah-ilayya.blogspot.com/2010/02/pengaruh-gaya-pengasuhan-orangtua.html
[10]Tim Prima Pena, op. cit., hal.27.
[11]Wahyu, MS dan Muhammad MS, Petunjuk Praktis Membuat Skripsi, (Surabaya: Usaha Nasional, 1987), hal. 27.
[12]Singgih D. Gunarsa. Psikologi Perkembangan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), hal. 108-109.
[13]Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka pelajar (IKAPI), 1996), hal. 109.
[14]Chabib Thoha, Ibid., hal. 111.
[15]Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004)hal. 97.
[16]Chabib Thoha, op. cit., hal. 112.
[17]Agoes Dariyo, op. cit., hal. 97.
[18]http://ariesh-uzumaki.blogspot.com/2010/11/definisi-kemandirian-dari-berbagai.html
[19]Riduwan, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Penelitian Pemula, (Bandung: Alfabeta, 2004), hal. 10.
[20]Ibid., hal. 117.
[21]Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka cipta, 1998), hal. 58.
[22]Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV Ilmu, 1975), hal. 55.
[23]Amirul Hadi dan Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan II, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hal. 110.
[24]S.Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka cipta, 1997), hal. 105.           
[25]Riduwan, Metode dan teknik menyusun tesis,(Bandung: Alfebeta, 2004), hal. 145-146.
[26]Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 43.

1 komentar: